Mendorong Inovasi, Meningkatkan Daya Saing Global (2)

Beberapa hal yang mungkin dapat dipersiapkan oleh Pemerintah Indonesia dalam persiapan menuju era globalisasi adalah Pertama Penegakan Hukum dan Penguatan Sistem Hukum. Penguatan sistem hukum merupakan salah satu hal yang sangat krusial karena dapat jaminan kesetaraan kesempatan dan keadilan serta memberikan kepastian berusaha bagi setiap orang termasuk investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

Salah satu alasan mengapa negara berkembang seringkali kalah bersaing dengan negara maju dalam globalisasi ekonomi adalah belum siapnya atau kurang kuatnya sistem hukum di negara berkembang (Stiglitz, 2002). Hal yang menjadi masalah utama sejak dulu dan hampir selalu menjadi headline media tanah air, serta menjadi masalah terbesar dalam menghambat daya saing Indonesia adalah korupsi.

Lemahnya penerapan dan sistem hukum di Indonesia membuat korupsi “kecil” dianggap hal biasa bagi sebagian masyarakat Indonesia, merupakan sebuah Ironi karena korupsi adalah penyebab terhambatnya pembangunan baik fisik maupun non-fisik. Korupsi di Indonesia sudah menggurita dari berbagai departemen dari tingkat atas hingga bawah. Berdasarkan data yang dirilis oleh Transparansi Internasional, indeks persepsi korupsi Indonesia masih berada pada rangking 88 dari 167 negara dengan status merah.

Kemauan yang kuat dan ketegasan dari Pemerintah untuk memberantas korupsi dengan menguatkan penerapan hukum yang ada merupakan langkah awal dalam meberantas korupsi. Sebagaimana dalam UUD 1945 bahwa setiap warga negara sama derajatnya dihadapan hukum, dengan demikian sudah sepatutnya perbuatan korupsi ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku.

Perangkat hukum yang kuat juga diharapkan dapat mengurangi segregasi dimasyarakat dalam berusaha. Contoh yang masih lekat diingatan kita adalah protes ribuan supir angkutan umum di Jakarta terhadap layanan aplikasi transportasi online pada bulan Maret 2016 karena dianggap mengurangi pendapatan mereka.

Kejadian seperti ini dapat diantisipasi jika saja Pemerintah cepat dan tanggap terhadap inovasi semakin cepat. Pemerintah sendiri pun mengakui sesaat setelah demo supir angkutan umum bahwa mereka tidak mengetahui akibat dari adanya inovasi bisnis aplikasi online dan bagaimana bisnis yang ada lima tahun lagi.

Fenomena bisnis aplikasi angkutan online merupakan fenomena “sudden shift” sebagaimana yang dikemukakan oleh Rhenald Kasali (2015) tentang adanya keseimbangan yang belum terbentuk, tetapi perpindahannya sudah terasa.

Kedua adalah Penguatan infrastruktur. Rendahnya daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara tetangga juga ditengarai akibat rendahnya kualitas infrastruktur Indonesia yang menyebabkan meningkatnya biaya pengangkutan dan logistik.

Secara keseluruhan, kualitas infrastruktur Indonesia pada tahun 2013 menempati peringkat 72 dari 144 negara berdasarkan data yang dirilis oleh WEF. Kualitas ini sudah mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dimana pada survey WEF terakhir kualitas infrastruktur Indonesia berada pada posisi rata-rata.

Dengan fokus pemerintahan saat ini yang concern terhadap pembangunan infrastruktur utamanya di Indonesia Timur, diharapkan dapat menekan ongkos pengangkutan dan logistik di Indonesia. Pada tahun 2014 Logistic Performer Index (LPI) Indonesia mendapatkan nilai 3,08 yang berarti berada pada level consistent performers (Munandar, 2015). Kondisi infrastruktur di Indonesia harus terus dibenahi agar dapat mencapai level logistic friendly untuk meningkatkan daya saing Indonesia.

Ketiga adalah Privatisasi. Bagi sebagian besar orang Indonesia, privatisasi merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan karena selalu dikaitkan dengan “menggadaikan aset negara” atau “maenambal anggaran”. Padahal pengertian sebenanrnya adalah memberikan usaha dari Pemerintah kepada swasta yang bentuknya bisa melalui strategic partner, pasar modal, dan lain-lain. Privatisasi ini diharapkan dapat mendorong efisiensi sehingga dapat menguntungkan konsumen karena mendapat harga yang lebih murah, dan sebagai produsen akan mendapatkan profit yang lebih optimal.

Dalam privatisasi yang artinya menyerahkan usaha kepada mekanisme pasar mempunyai keuntungan tersendiri, mekanisme pasar memungkinkan dirinya dikritik untuk sebuah kesalahan. Proses pasar adalah proses yang memungkinkan terjadinya perubahan permintaan dan penawaran yang memungkinkan dirinya untuk dikritik, selalu untuk berubah, karena ia bukan sesuatu yang final (Basri, 2006).

Contoh yang dapat kita lihat adalah efisiensi dari perusahaan-perusahaan BUMN yang mulai membagi sebagian modalnya kepada swasta melalui pasar modal. Setelah melantai di Bursa, perusahaan BUMN yang tadinya sarat dengan berbagai kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dapat menjadi perusahaan yang bersih. Hal ini tidak lain disebabkan karena kepemilikan modal dari BUMN tersebut dimiliki oleh banyak pihak, sehingga mau tidak mau BUMN harus melakukan transparansi. Selain itu dengan adanya privatisasi BUMN akan didorong untuk melakukan inovasi agar dapat bersaing dengan perusahaan swasta lainnya.

Penegakan hukum dan penguatan sistem hukum, penguatan infrastruktur, dan privatisasi untuk mendorong inovasi diharapkan dapat mempersiapkan Indonesia dalam menghadapi globalisasi ekonomi yang secara bertahap mulai diterapkan secara bertahap. Satu hal lagi yang harus dipenuhi adalah kemampuan diplomasi Indonesia dalam perjanjian keikutsertaan perdagangan bebas.

Selama negara-negara maju sering menekan negara berkembang untuk memaksakan kepentingannya sehingga merugikan negara berkembang. Padahal kesetaraan setiap negara dalam kontes globalisasi ekonomi merupakan hal yang vital agar dapat berjalan dengan adil. Dengan demikian, inovasi yang ada di Indonesia dapat bergerak dengan lebih leluasa dalam meningkatkan daya saingnya dengan dimulainya perdagangan bebas yang sudah ada didepan mata.

*********