Andai Timnas Sepakbola Yugoslavia masih ada

Yugoslavia pecah menjadi banyak negara akibat perpecahan etnis. Negara-negara termasuk pecahan Yugoslavia yaitu Serbia, Kroasia, Slovenia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro dan Macedonia. Tulisan saya kali ini murni berbicara tentang sepakbola, dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan perpolitikan atau ideologi apapun, hanya membahas masalah seputar sepakbola. Dalam persepakbolaan internasional, negara-negara pecahan Yugoslavia tersebut seringkali menjadi kuda hitam yang merusak dominasi timnas-timnas mapan Eropa dan Amerika Latin. Jika saja Negara Yugoslavia masih ada, pastilah akan menjadi timnas sepakbola yang disegani.

Dalam Rangking FIFA, prestasi negara-negara pecahan Yugoslavia ini tidak bisa dibilang buruk bahkan bisa dibilang luar biasa untuk ukuran negara-negara yang baru merdeka dan jumlah penduduk yang sedikit. Berdasarkan Data FIFA (7 Maret 2012), Kroasia bertahta di peringkat 10, Bosnia-Herzegovina 21, Serbia 26, Slovenia 28, Montenegro 44 dan Macedonia 102. Tidak mengherankan jika peringkat FIFA timnas negara-negara pecahan Yugoslavia cukup “berwibawa”. Bahkan beberapa pemainnya merupakan tulang punggung dari klub sepakbola elite Eropa.

Ayo kita bayangkan kira-kira seperti apa line up timnas Yugoslavia saat ini. Dimulai dari penjaga Gawang, ada Samir Handanovic, kiper timnas Slovenia yang dipercaya menjadi kepercayaan dibawah gawang Udinese. Dalam bertahan, pemain depan lawan dijamin akan kesulitan menembus pertahanan yang dijaga oleh Branislav Ivanovic (Chelsea/Serbia), Aleksandar Kolarov (Manchester City/Serbia), Nemanja Vidic (Manchester United/Serbia) dan Vedran Corluka (Bayer Leverkusen/Kroasia). Untuk urusan kreasi serangan, para striker akan dimanjakan oleh bola matang dari Niko Kranjcar dan Luka Modric (Tottenham Hotspur/Kroasia) dan Dejan Stankovic (Inter Milan/Serbia). Dan untuk mencetak gol barisan penyerang seperti Mirko Vucinic (Juventus/Montenegro), Ivica Olic (Bayern Munich/Kroasia) dan Edin Dzeko (Manchester City/Bosnia-Herzegovina) siap menggedor pertahanan lawan. Beberapa dari mereka mungkin kurang cocok jika dipadukan satu sama lain, akan tetapi masih banyak lagi pemain-pemain hebat lainnya.

Bisa dibayangkan jika timnas sepakbola Yugoslavia masih ada, bukan tidak mungkin mereka akan menjadi jawara Eropa. Kemampuannya bisa saja lebih hebat dari timnas Inggris atau Portugal sekalipun. Akan tetapi ini semua cuma bayangan dan angan-angan (baca: mimpi), tampaknya tak akan pernah menjadi kenyataan lagi.

Arsenal F.C.

Arsenal F.C.

Arsenal Football Club (dikenal pula sebagai Arsenal atau The Gunners) adalah klub profesional Inggris yang berbasis di daerah London Utara, London. Klub ini kini bermain di Liga Utama Inggris.

Arsenal Era 1886-1980
Arsenal didirikan di daerah Woolwich, bagian tenggara kota London pada 1886 dengan nama Dial Square, lalu dengan cepat berganti nama menjadi Royal Arsenal. Tahun 1891 nama mereka diganti menjadi Woolwich Arsenal. Pada tahun 1913, klub ini pindah ke wilayah utara, tepatnya di daerah Highbury dan membangun Stadion Highbury, yang menjadi markas baru mereka. Saat pindah lokasi itulah, nama depan klub mereka, yaitu Woolwich dihapus sehingga hanya nama Arsenal yang tersisa. Selain itu karena lokasi stadion Arsenal dekat dengan markas Tottenham Hotspur, maka tak heran jika pertandingan Arsenal vs Tottenham Hotspur disebut “North London derby” dan merupakan salah satu derby terpanas di London.

Kejayaan Arsenal di persepak bolaan Inggris pertama kali diawali oleh pelatih Herbert Chapman yang melatih pada rentang tahun 1925-35 dan berhasil menjuarai beberapa kompetisi domestik Inggris (Piala FA, titel Liga Utama, dan Charity Shield) sekaligus mendominasinya dan menjadikan Arsenal sebagai kekuatan paling dominan di Inggris saat itu. Pada rentang 1940an-1960an, Arsenal hanya dapat menambah sedikit koleksi gelar domestiknya. Pada awal 1970an, Arsenal berhasil prestasi terbaik Arsenal di Eropa pertama kali yang terjadi pada musim 1969-70, di ajang Fairs Cup (pendahulu dari Piala UEFA). Arsenal menjadi juara untuk pertama kalinya dan sekaligus terakhir di ajang Fairs Cup (Fairs Cup diganti Piala UEFA sejak musim 1971-72) setelah berhasil mengalahkan klub R.S.C. Anderlecht dengan agregat 4-3 (dengan sistem home and away) Saat itu, klub ini dilatih oleh Bertie Mee. Sepanjang tahun 1980an, Arsenal berhasil menambah koleksi Arsenal dengan beberapa gelar domestik, tapi tidak dengan gelar dari kompetisi Eropa.

Arsenal Era 1990-sekarang
Di tahun 1991, Arsenal menjadi juara bersama dengan Tottenham di Community Shield setelah hasil kedudukan imbang 0-0 (saat itu, jika kedudukan seri maka kedua tim dianggap juara) . Puasa Arsenal akan gelar dari kompetisi Eropa akhirnya hilang setelah pada musim 1993-94, ditangan pelatih George Graham, Arsenal kembali juara di kancah Eropa, tepatnya di ajang Piala Winners setelah mengalahkan klub Parma FC dengan skor 1-0. Pada musim berikutnya, Arsenal kembali berhasil ke final di ajang yang sama, tapi kali ini mereka dikalahkan oleh Real Zaragoza dengan skor 2-1.

Kedatangan pelatih Arsène Wenger ke Arsenal pada tahun 1996 berhasil membuat Arsenal kembali berjaya dan berhasil merusak dominasi Manchester United di Liga Utama Inggris pada saat itu. Arsenal pun dibawanya berhasil menjadi runner-up di ajang Piala UEFA pada tahun 2000 setelah melawan Galatasaray lewat adu penalti 4-1 setelah kedudukan imbang. Pada musim 2003-04 hingga awal musim 2004-05, Arsenal berhasil mencetak rekor 49 pertandingan tak terkalahkan dan mematahkan rekor milik Nottingham Forest F.C. (42 kali) yang merupakan rekor tak terkalahkan terpanjang di dalam sejarah sepak bola Inggris. Pada musim 2005-06, Arsenal kembali meraih prestasi di kancah Eropa dengan menjadi finalis Liga Champions setelah dikalahkan FC Barcelona 2-1 di Stade de France, Paris.

Arsenal di masa kepelatihan Wenger mempunyai kebijakan yang bagus dalam pembinaan pemain-pemain muda yang tadinya tidak berkualitas maupun pemain berkualitas tapi kurang dikenal menjadi pemain yang mampu menunjukan telenta-talenta yang sangat luar biasa sekaligus diincar klub papan atas Eropa. Selain itu, Arsenal mempunyai kebijakan pemberian kontrak pada pemain yang telah berumur 30 tahun keatas, yaitu tidak lebih dari satu musim saja.

Arsenal akan meresmikan patung sosok legendaris mereka, yakni pelatih legendaris, Herbert Chapman, mantan kapten Tony Adams, dan mantan penyerang tajamnya, Thierry Henry, untuk merayakan ulang tahun klub ke-125. The Daily Telegraph melaporkan kalau Chapman, pelatih yang memimpin klub tersebut untuk meraih gelar juara liga pertamanya pada 1931 dan 1922 setelah sebelumnya memberi dua gelar untuk Huddersfield, Adams, yang menjadi kapten Arsenal ketika klub tersebut menjadi juara liga sebanyak lima kali, dan Henry, yang merupakan pencetak gol tersubur Arsenal dengan 226 gol, akan dihormati dalam bentuk patung tersebut. Pelatih Arsenal saat ini, Arsene Wenger, telah dibuatkan patung dadanya, yang diletakkan pada area pintu masuk di Emirates.

Arsenal F.C. 125 Years

Prestasi

Selain rekor tak terkalahkannya sebanyak 49 kali menjadi yang terpanjang di Inggris hingga saat ini, Arsenal juga mempunyai banyak prestasi lainnya, yaitu:

Liga Inggris: 13
1931, 1933, 1934, 1935, 1938, 1948, 1953, 1971, 1989, 1991, 1998, 2002, 2004
Piala FA: 10
1930, 1936, 1950, 1971, 1979, 1993, 1998, 2002, 2003, 2005
Piala Liga: 2
1987, 1993 dan menjadi finalis pada tahun 1968, 1969, 1988, 2007
FA Charity Shield/FA Community Shield:11
1930, 1931, 1933, 1934, 1938, 1948, 1953, 1991 (juara bersama dengan Tottenham), 1998, 1999, 2002, 2004
Piala Winners: 1
1994 dan dua kali menjadi finalis pada tahun 1980 dan 1995
Piala UEFA: 1
1971 (waktu itu masih bernama Inter-Cities Fairs Cup, berubah nama menjadi Piala UEFA sejak musim 1970-71) dan sekali menjadi finalis pada musim 1999-00
Liga Champions: 0
menjadi finalis pada musim 2005-06
Piala Emirates: 2
2007, 2010

Sumber : wikipedia.org, arsenal.com & antaranews.com

Euforia Sepak Bola Indonesia dan Kekecewaan

Piala AFF yang menjadi ajang pembuktian negara terbaik dalam sepakbola Asia Tenggara telah berlalu. Namun kekecewaan yang masih melekat dihati kita mungkin belum sirna. Penampilan apik laskar merah putih sejak babak penyisihan hingga leg ke 2 babak semifinal memberikan kita, para pecinta sepakbola tanah air angin segar akan hadirnya prestasi. Setelah sekian tahun timnas kita kehausan gelar juara tibalah saatnya bagi kita untuk meraih momentum tersebut. Agar bisa menciptakan sejarah untuk pertama kalinya, menjadi jawara dalam piala AFF. Di awali dengan kemenangan 5-1 atas musuh abadi Malaysia, di susul oleh pesta gol 6-0 melawan Laos dan menaklukkan tim kuat Thailand sang gajah putih 2-1. Performa apik Firman dkk diteruskan dengan dua kali mengalahkan
timnas filipina di stadion Gelora Bung Karno (kedua semifinal dimainkan di Jakarta). Christian Gonzales menjadi pahlawan dengan menyarangkan gol tunggal di dua pertandingan sehingga Indonesia menang atas Filipina 1-0 sebanyak dua kali. Penampilan yang luar biasa bagi timnas, bagaimana tidak. Timnas Filipina baru saja memboyong sebanyak 10 pemain asing untuk dinaturalisasi menjadi warga Filipina dengan harapan timnasnya dapat mencetak sejarah di Piala AFF (sejarah itu terjadi ketika timnas filipina lolos ke semifinal) serta tidak lagi menjadi bulan-bulanan lawannya.

Indonesia tak ketinggalan untuk menaturalisasi pemain, Christian Gonzales dan Irfan Bachdim adalah dua pemain pemain naturalisasi yang ikut diturunkan di ajang sepakbola paling bergengsi di Asia Tenggara. Gonzales pemain yang sudah lama malang melintang di dunia persepakbolaan Indonesia dan Irfan Seorang Belanda yang ayahnya Indonesia. Selama pergelaran AFF berlangsung dua nama tersebut menjadi bintang bak selebritis. Kaos yang bernomor 17 (Irfan) dan 9 (Gonzales) laris manis bak kacang goreng.
Bukan hanya baju mereka baju pemain timnas yang lain pun tak kalah laris. Tua muda, pria wanita, tak ketinggalan memakai baju timnas dengan kebanggaan serta garuda dan merah putih terpatri di dada. Masyarakat menilai bahwa naturalisasi yang di lakukan adalah sebuah langkah yang sukses dalam mengembangkan sepakbola Indonesia. Ditambah oleh penampilan gemilang para pemain muda seperti Arif Suyono, Ahmad bustomi, okto maniani, M. Nasuha dan juga di dampingi oleh pemain senior macam Firman Utina dan Maman Abdurrahman. Penampilan gemilang sejak awal pergelaran ini membuat masyarakat Indonesia larut dalam euforia kemenangan dan muncul kebanggaan tersendiri dalam setiap hati warga Indonesia. Hampir semuanya yakin bahwa Indonesia akan mudah menaklukkan Malaysia yang pada babak penyisihan di cukur 5-1 oleh Indonesia.

Harapan seakan sirna ketika timnas pulang ke tanah air dengan membawa oleh-oleh kekalahan tiga gol tanpa balas di final pertama. Kekalahan ini membuat sebagian publik sepakbola kecewa dan pesimis timnas dapat menjuarai piala AFF ini. Namun banyak juga yang tetap optimis dan terus mendukung timnas. Banyak polemik yang mewarnai kemenangan 3-0 malaysia di stadion Bukit Jalil, termasuk sikap suporter negeri jiran yang tidak sportif ketika menembakkan laser ke wajah pemain Indonesia dan termasuk adanya dugaan suap. Tentu masyarakat Indonesia tak rela bila pada final terakhir melihat timnas Malaysia mengangkat piala di stadion Gelora Bung Karno. Namun kenyataan berkata lain, walaupun timnas kita menang 2-1, tetapi kita kalah dalam agregat gol (2-4). Ya, kita harus rela melihat timnas Malaysia berpesta di stadion kebanggaan kita.

Kecewa? pasti. Namun sebaiknya kita tidak boleh terlalu larut dalam kekecewaan. Sebab bukan hanya timnas kita saja yang kecewa. Malaysia bolehlah berbangga hati dan menetapkan libur nasional sehari setelah memenangkan pergelaran akbar tersebut. kita kecewa karena sudah 4 kali masuk final namun belum juga juara. Thailand dan Singapura yang masing-masing menjadi pengumpul trofi terbanyak masing-masing sebanyak tiga gelar sangat kecewa karena tak lolos ke babak semifinal. Padahal Thailand dan Singapura selalu bersaing menjadi raja di Asia Tenggara Filipina yang memasang 10 pemain naturalisasi dalam starting XI tak kalah kecewa juga. Ekspektasi yang tinggi tentunya bagi timans filipina mengingat sudah banyak pemainnya yang malang melintang di dunia
persepakbolaan Eropa, tetapi mereka kandas di babak semifinal. Vietnam sang juara bertahan sama kecewanya karena tak bisa mempertahankan gelar pertamanya pada ajang dua tahun lalu dan juga harus melihat kekalahan timnas mereka melawan malaysia di Hanoi. Laos dan Myanmar pasti juga kecewa. Kedua tim ini selalu menjadi bulan-bulanan lawannya dan menjadi ladang pengumpul poin bagi timnas lain. Maka dari satu turnamen hanya ada satu juara. Timnas Indonesia mungkin belum bisa menjadi juara pada ajang piala AFF yang baru selesai kemarin.

Namun kita masih punya kesempatan di ajang Piala AFF yang akan digelar pada 2012. Dengan pemain-pemain muda yang pada ajang kemarin sudah menunjukkan kualitasnya bukan tak mungkin Indonesia bisa menjuarai Piala AFF berikutnya. Semoga.